Kamuflase Tren Hijab

Print Friendly and PDF 0 Viewers
Kamuflase Tren Hijab
Oleh: Riris Aditia N

“You are what you wear (Anda adalah apa yang Anda kenakan)”—Willliam Thourbly

Suatu ketika saya menonton talkshow yang membahas tren berhijab di salah satu televisi swasta. Anehnya, salah seorang bintang tamu yang hadir dalam talkshow tersebut mengatakan, “Orang Indonesia yang tiba-tiba pakai hijab itu karena tiga hal. Pertama, karena bulan Ramadan. Kedua, karena mencalonkan diri sebagai DPR. Dan ketiga, karena dia menjadi tersangka di pengadilan,” Sontak, seluruh penonton yang hadir di studio langsung tertawa begitu mendengar ucapan sang bintang tamu. Beberapa diantara penonton pun bertepuk tangan—seakan-akan mengamini pernyataan tersebut.

Saya pun kemudian terbayang sosok Syahrini (artis yang katanya seorang penyanyi. Tapi ya gitu deh, dia lebih mirip cacing kepanasan yang menggeliat manja minta dimandikan. Kalau Anda tahu, coba bayangkan tingkahnya di televisi. Betapa cetar membahana bukan?) Sebenarnya bukan tanpa alasan saya teringat Syahrini. Dia adalah artis wanita yang suka berhijab kalau Bulan Ramadan tiba. Kata dia, artis itu wajib tampil fashionable dan trendy. Makanya, ketika sedang musim-musimnya orang berhijab, dia pun tak pernah ketinggalan menciptakan model hijab yang aneh bin nyeleneh (Anda pasti tertawa begitu melihat fotonya yang mengenakan hijab malah diplesetkan menjadi gunung, tumpeng, sampai-sampai tenda pramuka. Sungguh pujian buat yang mengeditnya).

Sosok kedua yang menjelma sebagai lakon yang tiba-tiba mengenakan hijab karena mencalonkan diri menjadi DPR adalah Angel Lelga. Anda pun pasti terperangah mendengar berita tersebut. Betapa tidak, bintang film sensual yang beberapa kali memerankan adegan agak porno (yang katanya atas nama seni) itu tiba-tiba berjubah dan berhijab. Tapi setidaknya saya sedikit kagum dengan keputusan yang diambilnya itu. Bayangkan saja kalau dia mengenakan hot pens ketika berkampanye menjadi DPR, sementara partai pengusungnya adalah PPP yang berafiliasi Islam. Bisa jadi, orang muslim se-Indonesia bakal berdemo memakinya.

Selanjutnya saya teringat dengan nama-nama politisi perempuan yang tiba-tiba diundang ke pengadilan karena korupsi. Katakanlah kasus Angelina Sondakh beberapa tahun yang lalu. Kalau sudah ketahuan korupsi saja, para politisi berlomba-lomba mengenakan pakaian dan hijab sesederhana mungkin. Biar tidak ketahuan hasil comotannya, pikirnya.

Nah, melihat berbagai realitas hari ini, Anda pun akan setuju bahwa hijab amatlah multifungsi. Tidak hanya menunjukkan identitas gender, keagamaan, dan sekarang pun status sosial dapat diwakilkan lewat hijab.

Pergeseran Budaya

Sungguh tak ada yang salah dalam menyikapi orang-orang ini. Tapi, saya melihatnya ada semacam kedzoliman—dimana suatu hal tidak ditempatkan pada tempatnya yang tepat. Coba kita bayangkan, kalau toh si Syahrini yang cetar membahana itu menginginkan kariernya semakin cetar atau semakin membahana di dunia hiburan, ya bikin prestasi menyanyi saja yang banyak, go international mungkin. Atau jika Angel Lelga menginginkan nama partainya tidak tercemar hanya akibat dia salah kostum, keputusannya mengenakan hijab memanglah tepat. Ah, tapi hal ini sungguh tak masuk akal—terlalu bar-bar sehingga sulit membedakan niatnya tulus atau tidak. Dan Angelina Sondakh yang didakwa koruptor, sudahlah... tak usah alih-alih mengenakan hijab untuk mengharap keajegan dan pencitraan, toh orang yang berhijab pun juga manusiawi jika melakukan dosa.

Dari ketiga perempuan yang mendadak berhijab di atas, saya teringat ungkapan William Thourlby, you are what you wear (Anda adalah apa yang Anda kenakan). Seringkali orang lain menafsirkan busana yang kita kenakan. Saya juga bingung, alasan macam apa yang membuat si Syahrini itu mengenakan hijab bentuk tenda pramuka. Apa dia ingin menunjukkan dirinya sebagai Praja Muda Karan? Entahlah.

Nah, Anda sekarang melihat bukan, ada ketimpangan budaya yang menjalar dalam pola pikir masyarakat perempuan kita. Bagaimana bisa, hijab yang hakikatnya ialah sebentuk ibadah pada Tuhan, kini menjadi rapor diri untuk mengagungkan citra sesama manusia. Memang super sekali fungsi hijab kali ini. Kalau kata peribahasa, sambil menyelam minum air, berarti sambil berhijab membangun personal branding. Bisa juga mengadopsi ungkapan Descartes yang terkenal itu, cogito ergo sum (saya berpikir maka saya ada), diplesetkan menjadi: saya berhijab maka saya alim. Wah, hebat sekali bukan peran hijab ini? Bayangkan saja, sosok koruptor kelas kakap sampai mengharap kedasyatan penggunaaan hijab. Uhm, hebat!

Baca Juga ya


BAGIKAN
Previous
Next Post »
0 Komentar