SEHARI DI GUNUNG

Print Friendly and PDF 0 Viewers
Terbangunku mendengar suara alarm HP yang sudah sedari tadi pukul 5 pagi berbunyi membangunkanku. Aku masih belum siap untuk bangun. Mataku saja masih kriyip-kriyip. Tak sanggupku menegakkan badan untuk hari yang akan melelahkan ini.

Hari ini aku sekeluarga dan salah satu tetanggaku sekeluarga akan pergi bersama ke Ngablak, di kawasan Kopeng. Selain dalam rangka pergi jalan-jalan, wisata kami ini juga dalam rangka survey untuk kegiatan wisata bersama dasawisma yang ada di daerahku.

“Kakaaak banguun! Udah jam setengah 6 nanti kesiangan jadi panas lho!” teriak Ayahku sambil menggoyang-goyangkan kakiku.

“Iya iya ini udah bangun!” jawabku kesal. Aku sudah bangun begini masih disuruh bangun gimana sih?

“Bangun apanya? Masih merem gitu kok bangun. Cepet nanti ditinggal sendirian mau?”

“Aaah iya iya!” kusibakkan selimut yang menutupi separuh badanku dengan kasar dan dengan perasaan kesal karena Ayahku. Walaupun aku tahu Ayahku tidak salah apa-apa. Tapi namanya juga baru bangun tidur.

Kuambil handukku dan segera aku masuk ke kamar mandi. Rasa kantuk yang sedari tadi masih hinggap di kepalaku, tiba-tiba bergejolak dengan keras yang menyebabkan aku sangat mengantuk. Untuk mencuri waktu, kuputuskan untuk buang air kecil. Aku tahu, aku tahu tidak ada hubungannya antara mengantuk dan buang air kecil, tapi karena aku buang air kecil dengan duduk di kloset, aku bisa mencuri waktu untuk tertidur barang sebentar, kan?

DOK DOK DOK!!

“Kakak mau ikut nggak sih? Ayah sama Adek belum mandi! Mbok ya gantian,” kata Ayahku sambil mengetuk pintu kamar mandi agak keras. Mungkin aku tertidur cukup lama.

“Iya iya sebentar lagi selesai kok!”

Kusiram air seniku lalu aku segera mengguyur badanku dengan kecepatan ekstra cepat. Aku harus mempercepat kecepatan mandiku dibanding biasanya. Daripada kena marah Ayah, lebih baik aku percepat saja kecepatan mandiku. Tapi tentu tetap kuperhatikan kebersihannya.

Akhirnya, 10 menit sudah aku selesai mandi. Rekor baru! Biasanya aku mandi sekitar 15-20 menitan. Bukankah ini merupakan rekor baru? Dengan bangganya, aku keluar kamar mandi sembar berkata,

“Taraa! 10 menit aku mandi lho! Cepet kaaan? Rekor baru lho rekor baru!”

Tapi tidak ada respon yang menyenangkan dari Ayah dan Adikku. Mungkin karena memang mereka terbiasa mandi cepat 5 menit. Tapi bukankah seharusnya prestasiku ini patut diacungi jempol ya? Paling tidak membuatku sedikit tidak kagol karena respon yang nihil dari Ayah dan Adikku. Huh menyebalkan.

“Udah Kakak belum selesai dandannya aja udah nggaya. Cepetan dandannya, Kakak kalo dandan lama lho,” Adikku mengingatkan dengan nada sok-sokan. Menyebalkan.

“Iya, Kak. Terus abis itu Kakak bantuin Ibu bawa bekal makanan untuk di jalan ke teras rumah ya,” pinta Ibuku.

“Oke,” aku mengacungi jempol.

Setelah masuk kamar, aku segera memilih pakaian yang cocok untuk kukenakan di kawasan pegunungan yang dingin. Akhirnya terpilihlah celana jeans hitam, kaos daleman hitam polos, baju kelelawar berwarna kuning-oranye, dan kerudung bermotif oranye dengan pinggiran berwarna kuning.

Mengingat kami akan menumpang kendaraan tetangga, maka kami – paling tidak aku – harus cepat dalam persiapan. Sehingga aku harus mengenakan pakaian itu dengan rapi dan sopan. Setelah itu, kusiapkan barang-barang yang mungkin akan aku butuhkan ketika di perjalanan nanti. Antara lain cream wajah, bedak, parfume, earphone, charger handphone, dan novel jika siapa tahu aku ingin membaca di perjalanan.

Selesailah dandanku! Lalu aku keluar kamar dan mulai membantu Ibuku membawa bekal makanan ke teras. Hap-hap, akhirnya selesai semuanya! Kami tinggal menunggu tetangga kami untuk menyelesaikan persiapannya.

Tetangga kami bernama Om Chairul dan Tante Yanti. Mereka memiliki dua anak yang masih kecil. Anak pertama bernama Fira, kelas 5 SD dan yang kedua bernama Fina, kelas 2 SD. Fina dan Fira sangat senang begitu mengetahui aku dan Adikku ikut serta dalam jalan-jalan hari ini.

Setelah kami memasukkan barang-barang ke bagasi mobil, berangkatlah kami.

“Ayo berdo'a dulu. Siapa yang mau mimpin? Dek Fina mimpin?” ajak Ibuku mengawali perjalanan.

Fina memimpin do'a.

“Bismillahirrohmanirrohim. Bisillahittawakkaltu'alallah. La khaula walaa kuwwata Illa billa. Dengan menyebut nama Allah aku berserah diri, tidak ada daya kekuatan selain dari Allah semata. Subhanalladzi sa khorolana haa daa wamaa kunna lahuu mukhrinin wa inna ilaaa robbina lamun'khoribuun. Amin ya Robbal'alamin.”

Setelah berdo'a, mulailah kami mengobrol banyak hal. Mulai dari tempat yang akan kami kunjungi, bekal makanan yang dibawa Ibuku, sekolahku dan Adikku, sekolah Fina dan Fira, dan banyak lagi. Kami cukup senang dengan perjalanan yang amat panjang itu.

Dikarenakan perjalanan yang ditempuh sangat panjang, aku, Fina, Fira, dan Adikku banyak tertidur di mobil. Hawanya cukup panas di siang hari. Namun lama-kelamaan awan mendung mulai menghampiri kawasan tersebut sehingga terciptalah hawa yang cukup dingin. Nah hawa dingin tersebut mendorong rasa kantuk kami berempat sehingga sepanjang perjalanan kami tertidur.

Pit-stop pertama kami di rumah mantan pembantu Tante Yanti yang belum lama menikah yng bernama Mbak Erni. Rumahnya terletak di daerah Sawangan, Magelang. Kami cukup bisa berinteraksi. Di rumah Mbak Erni, kami disuguhi makanan sederhana namun lezat. Yaitu ayam yang berbumbu sambal hijau. Entahlah, warnanya hijau, mungkin itu sambal dari cabai hijau.

Setelah dari rumah Mbak Erni, kami melanjutkan perjalanan menuju Ngablak, tujuan utama tadi. Perjalanan yang masih panjang, dengan hawa yang cukup dingin, rasa kantuk menyerang lagi.

Tak lama sebelum kami sampai ke tempat tujuan, Pak Choirul, yang sedari tadi menyetir mobil, tiba-tiba kehilangan arah. Pak Chairul lupa jalan yang mana yang harus kami lalui. Sehingga di suatu tempat kami harus berheni sekitar 5 menit untuk menunggu jemputan Pak Gio, pemilik kebun di Ngablak yang akan kamu kunjungi. Setelah menunggu, datanglah Pak Gio lalu kami dituntun menuju rumah beliau.

Sesampainya di rumah Pak Gio, kami bertamu sebentar untuk berbincang-bincang mengenai wisata yang ditawarkan di daerah itu. Antara lain ada perkebunan, taman bermain, dan air terjun. Pada awalnya, kami ingin melakukan survey ke semua tempat wisata itu. Namun karena waktunya yang sudah terlalu sore dan sudah mendung, sehingga kami hanya men-survey perkebunan milik Pak Gio saja.

“Ayah, aku mau ke air terjun,” pinta Fina sambil cemberut.

“Fina, ini kan udah sore, lagipula juga mencung. Air terjun kan bisa lain waktu. Besok lagi kalo mau ke air terjun yang lebih pagi lagi, biar enak. Besok ajak Mas Abiel sama Mbak Salsa lagi deh,” bujuk Pak Chairul.

“Iya kalau mau air terjun harus agak pagi. Soalnya kalo malem nanti enggak kelihatan pemandangannya,” jelas Pak Gio.

“Tapi mau air terjun, Yah, Bunda?” pinta Fina lagi.

“Besok aja ke sini lagi. Nanti ke kebun aja. Panen. Kebetulan lagi banyak yang panen. Mau po?” tawar Pak Gio.

“Tuh Dek Fina. Mau panen aja po? Kalo mau air terjun besok kan bisa ke sini lagi. Ya Mbak Salsa?” rayu Tante Yanti.

“Iya,” jawabku.

“Dah sekarang sholat dulu aja semuanya. Abis itu baru ke kebun,” kata Ibuku.

Setelah semuanya sholat, kami bersiap mau pergi. Namun ternyata ada sedikit hambatan. Adikku harus tinggal di rumah Pak Gio karena Adikku mual di perjalanan. Sehingga Adikku dan Ayahku harus tinggal, tidak ikut panen. Ayahku harus menemani Adikku. Tidak mungkin Adikku ditinggal sendirian di rumah Pak Gio bersama istrinya saja, bukan?

Kemudian kami menaiki mobil dan jalan sebentar ke atas. Setelah itu kami melanjutkan dengan berjalan kaki menuju kebun karena jalan yang dilalui untuk menuju ke kebun tidak dapat dilalui mobil. Hitung-hitung olahraga.

Sesampainya di kebun, kami mulai memanen banyak sayuran. Dengan contoh selada merah, selada hijau, jipang, wortel, dan daun bawang. Semuanya fresh dari kebun di pegunungan. Kami memanen sayuran-sayuran tersebut dengan sangat antusias dan kami mengambil banyak sayuran.

Setelah cukup lelah, kami pulang ke rumah Pak Gio kemudian melanjutkan perjalanan menuju rumah kembali. Namun di tengah perjalanan kami berhenti di warung pinggir jalan yang menjual nasi goreng jawa. Kami makan sebentr di sana kemudian kami pulang. Sesampainya di rumah, kami beristirahat dan bersiap untuk melanjutkan hari esok.

Baca Juga ya


BAGIKAN
Previous
Next Post »
0 Komentar